Pandeglang – Globalmediatama.com, Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) DPC Pandeglang mendesak aparat penegak hukum (APH) dan dinas terkait untuk segera menindaklanjuti dugaan pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Mahendra, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang.
Sekretaris Jenderal AWDI DPC Pandeglang, Jaka Somantri, menjelaskan bahwa pihaknya menerima laporan dari warga mengenai adanya pungutan di luar ketentuan resmi yang dilakukan oleh oknum panitia PTSL.
> “Kami mendapatkan laporan warga bahwa ada pungutan yang tidak sesuai aturan. Program PTSL seharusnya gratis atau hanya dikenakan biaya resmi sesuai ketentuan pemerintah. Kalau ada oknum yang bermain, itu jelas melanggar hukum dan merugikan masyarakat. APH harus bergerak cepat,” tegas Jaka, Jumat (8/8/2025).
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengaku diminta membayar ratusan ribu rupiah untuk mempercepat proses sertifikat tanah melalui PTSL.
> “Kata panitia, kalau mau sertifikat cepat jadi, harus bayar Rp 500 ribu. Kami terpaksa bayar karena takut nanti malah dipersulit,” ungkapnya.
Program PTSL merupakan inisiatif strategis pemerintah pusat yang dirancang untuk mempercepat penerbitan sertifikat tanah secara mudah, murah, dan pasti. Pemerintah menanggung biaya utama seperti sosialisasi, pengukuran, dan penerbitan sertifikat. Sementara biaya yang dibebankan kepada masyarakat terbatas pada keperluan administratif ringan, dan besarnya telah diatur secara resmi dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri.
Ini Contoh besaran biaya maksimal menurut SKB:
Jawa dan Bali: Rp 150.000
Sumatera dan Kepulauan Riau: Rp 200.000
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua: Rp 250.000
Aturan ini bertujuan menjaga transparansi dan meringankan beban masyarakat—setiap pungutan di atas batas maksimal tersebut dinyatakan melanggar ketentuan dan dapat dilaporkan, walau tanpa kwitansi, asalkan disertai keterangan dari minimal tiga saksi yang dirugikan.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Mahendra belum memberikan klarifikasi. Upaya konfirmasi lewat WhatsApp juga belum mendapat respons.
AWDI menegaskan akan terus mengawal perkembangan kasus ini hingga tuntas demi memastikan hak masyarakat terlindungi dan program pemerintah berjalan sesuai aturan.
(*/Red)