Guru Madrasah Swasta Menjerit: Kebijakan Pemerintah Dinilai Diskriminatif

Guru Madrasah Swasta Menjerit: Kebijakan Pemerintah Dinilai Diskriminatif

Jakarta-Globalmediatama.com – Madrasah dan sekolah swasta merupakan pilar penting dalam Sistem Pendidikan Nasional. Namun, faktanya banyak kebijakan yang dianggap tidak adil dan menghambat kontribusi optimal lembaga pendidikan tersebut. Hal ini disampaikan Ketua Umum Persatuan Guru Madrasah Mandiri (PGMM), Tedi Malik, S.Pd. 28/9/2025

Menurutnya, ketidakadilan regulasi yang berlarut-larut hanya akan memperlebar kesenjangan serta menghambat kemajuan pendidikan nasional.

Bentuk Kebijakan Diskriminatif: 1. Guru madrasah/sekolah swasta tidak dapat mengikuti seleksi ASN maupun PPPK.

2. Guru stagnan hanya menerima tunjangan dengan masa kerja nol tahun.

3. Minim sarana dan prasarana penunjang tugas profesional.

4. Belum memperoleh penghasilan layak dan jaminan kesejahteraan sosial, sebagaimana amanat UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Pasal 14–15.

PGMM mendesak Badan Legislasi, Komisi VIII dan X DPR RI, serta Presiden Republik Indonesia Jenderal Purn. H. Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah konkret dalam menciptakan level playing field antara lembaga negeri dan swasta.

Dasar konstitusi yang menjadi pijakan tuntutan ini antara lain: Pancasila sila ke-5: Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

UUD 1945 Pasal 31 Ayat (2): Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 11 Ayat (2): Pemerintah wajib menjamin pendidikan bermutu bagi setiap warga tanpa diskriminasi.

Putusan MK No. 3/PUU-XXIII/2025: Negara wajib membiayai pendidikan dasar tanpa membedakan jenis sekolah/madrasah.

Dua Opsi Usulan 1. Amandemen Regulasi,
UU ASN No. 20 Tahun 2023 terkait rekrutmen pegawai dan aturan turunan Menpan-RB No. 347/2024.

UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Pasal 24 agar mengakomodir guru swasta setara dengan negeri.

2. Regulasi Baru
Pemerintah diminta segera menerbitkan regulasi atau Kepres/PP yang menempatkan guru madrasah/sekolah swasta setara dengan ASN/PPPK, mencakup:
kepastian hukum,
jaminan sosial (BPJS, pensiun), kepastian ekonomi (gaji, tunjangan profesi, masa kerja, KGB, KNP, dan hak lainnya).

Kontribusi Besar Sekolah Swasta,
Menurut data BPS 2024, idnewsmbg2025, dan Katadata, terdapat:
83.351 madrasah swasta, 65.778 sekolah/TK swasta, ±830.000 guru (600 ribu guru madrasah, 230 ribu guru sekolah swasta),
yang melayani hampir 24 juta peserta didik (26% dari total 82,9 juta siswa nasional).

Tanpa peran madrasah/sekolah swasta, pendidikan tidak akan mampu menjangkau pelosok Indonesia karena keterbatasan lembaga negeri.

Anggaran Pendidikan Tidak Adil, Postur APBN pendidikan 2025 mencapai Rp758 triliun, namun pembagian sangat timpang:

TPG ASN daerah Rp69 triliun (9,2%). TPG + gaji pendidik PNS Rp120,3 triliun (15%). Total belanja pegawai pendidik ASN/PPPK Rp178 triliun (24%).
TPG inpassing non-PNS sekolah/madrasah swasta hanya Rp19 triliun (2,5%).

“Persentase 2,5% ini ibarat kewajiban zakat, sangat miris dan ironis. Bukan karena anggarannya tidak ada, melainkan karena penganggarannya tidak adil. Kembalikanlah pada amanat Pancasila, UUD 1945, UU Sisdiknas, dan Putusan MK,” tegas Tedi Malik.

Harapan Guru Swasta “We need a level playing field for all schools. Keadilan adalah sumber kesejahteraan, keamanan, dan keharmonisan. Tanpa itu, sulit terwujud Indonesia maju, kuat, dan sejahtera menuju Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.

(*/Red)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *